Perjalanan dari Senggigi, tempatku menginap, cukup menantang. Jalanan berkelok-kelok dengan pemandangan sawah hijau membentang luas di kanan kiri menjadi teman perjalanan. Udara sejuk pegunungan Lombok menyapa kulitku, membuat perjalanan yang awalnya terasa melelahkan menjadi menyenangkan. Sesampainya di Banyumulek, aku langsung disambut oleh suasana desa yang tenang dan asri. Rumah-rumah penduduk tertata rapi, dengan warna-warna tanah yang hangat, seakan menyatu dengan alam sekitarnya.
Yang pertama kali menarik perhatianku adalah aroma tanah liat yang khas. Aroma itu begitu kuat, seakan menuntun langkahku menuju jantung desa, tempat para pengrajin gerabah beraksi. Aku mengunjungi beberapa studio gerabah, dan setiap studio memiliki keunikannya sendiri. Ada yang berukuran kecil, hanya dikerjakan oleh satu keluarga, dan ada juga yang cukup besar, mempekerjakan beberapa orang.

Di salah satu studio, aku bertemu dengan Pak Made, seorang pengrajin gerabah yang sudah puluhan tahun menekuni profesinya. Dengan tangan-tangan yang terampil dan kasar, ia membentuk tanah liat menjadi berbagai macam bentuk. Dari mulai vas bunga yang elegan, guci yang kokoh, hingga teko dan cangkir yang mungil. Aku menyaksikan proses pembuatannya dengan penuh kekaguman. Gerakannya begitu lincah dan terampil, seakan tanah liat itu patuh pada sentuhan tangannya.
Pak Made bercerita, bahwa proses pembuatan gerabah Banyumulek dimulai dari pemilihan tanah liat yang tepat. Tanah liat di sini, katanya, memiliki kualitas yang istimewa, menghasilkan gerabah yang kuat dan tahan lama. Setelah tanah liat dipilih dan dibersihkan, ia kemudian dijemur hingga kering. Proses selanjutnya adalah pembentukan gerabah dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana. Setelah dibentuk, gerabah tersebut dikeringkan kembali sebelum dibakar dalam tungku tradisional.
Proses pembakaran ini juga menarik perhatianku. Pak Made menunjukkan tungku pembakarannya, sebuah bangunan sederhana yang terbuat dari batu dan tanah liat. Suhu di dalam tungku bisa mencapai ratusan derajat celcius, dan proses pembakaran memakan waktu berjam-jam. Hasil pembakarannya pun beragam, tergantung pada suhu dan waktu pembakaran. Ada yang berwarna coklat kemerahan, ada juga yang berwarna hitam pekat. Warna-warna inilah yang menjadi ciri khas gerabah Banyumulek.
Setelah proses pembakaran, gerabah kemudian didinginkan dan dibersihkan. Beberapa gerabah kemudian dihias dengan motif-motif tradisional Lombok, seperti motif bunga, daun, dan hewan. Motif-motif ini diukir atau dilukis dengan tangan, menambah nilai seni dan keindahan gerabah. Aku bahkan mencoba sendiri untuk melukis di atas sebuah vas kecil, meskipun hasilnya jauh dari sempurna, pengalaman itu sangat berharga.
Selama di Banyumulek, aku juga berkesempatan untuk mengunjungi beberapa galeri gerabah. Di sana, aku melihat berbagai macam koleksi gerabah Banyumulek, dari yang sederhana hingga yang sangat rumit dan indah. Aku terpesona oleh keindahan dan keunikan setiap karya. Gerabah Banyumulek memang bukan sekadar benda kerajinan, tetapi juga sebuah karya seni yang mencerminkan budaya dan kearifan lokal Lombok.
Selain keindahan gerabah, aku juga terkesan dengan keramahan penduduk Banyumulek. Mereka sangat ramah dan welcome terhadap pengunjung, selalu siap membantu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ku ajukan. Aku merasa sangat nyaman dan diterima di desa ini. Mereka juga dengan senang hati bercerita tentang sejarah dan perkembangan kerajinan gerabah di Banyumulek.
Berkeliling di desa, aku melihat bagaimana gerabah Banyumulek telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat setempat. Banyak rumah yang menggunakan gerabah sebagai perlengkapan rumah tangga, menunjukkan betapa terintegrasinya budaya ini dalam kehidupan sehari-hari.
Pengalaman di Banyumulek ini sungguh luar biasa. Aku tak hanya sekadar melihat proses pembuatan gerabah, tetapi juga belajar tentang budaya, kearifan lokal, dan keramahan masyarakat Lombok. Perjalanan solo traveling ini benar-benar memperkaya hidupku.
Sebelum mengakhiri cerita petualangan ini, ada beberapa pertanyaan yang sering muncul di benak para traveler yang ingin mengunjungi Banyumulek, dan berikut jawabannya:
Pertanyaan yang sering diajukan:
-
Bagaimana cara menuju Desa Banyumulek? Anda bisa mencapai Banyumulek dengan menyewa kendaraan pribadi atau menggunakan transportasi umum dari kota Mataram atau Senggigi. Jalanannya berkelok, jadi pastikan kendaraan Anda dalam kondisi prima dan Anda siap dengan perjalanan yang sedikit menantang.
-
Berapa harga gerabah Banyumulek? Harga gerabah bervariasi tergantung ukuran, kerumitan desain, dan bahan yang digunakan. Anda bisa menemukan gerabah dengan harga mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Jangan ragu untuk menawar dengan sopan.
-
Apa saja yang harus dipersiapkan sebelum mengunjungi Banyumulek? Siapkan pakaian yang nyaman untuk berjalan dan beraktivitas di luar ruangan. Jangan lupa membawa kamera untuk mengabadikan momen-momen indah selama perjalanan. Dan yang terpenting, siapkan hati Anda untuk terpesona oleh keindahan gerabah Banyumulek dan keramahan masyarakatnya.
Semoga cerita perjalanan solo travelingku ini menginspirasi kalian untuk mengunjungi Banyumulek. Rasakan sendiri pesona desa kecil yang menyimpan kekayaan budaya dan seni yang luar biasa. Sampai jumpa di petualangan selanjutnya!